Mengapa anak suka berbohong

 

lucu6.jpgDi sebuah Taman Pendidikan Al-Qur’an sekelompok anak sedang berkumpul menunggu waktu shalat Ashar tiba. Mereka mengobrol saling menimpali perkataan kawannya, seru! Salah seorang anak bercerita tentang seberapa besar ikan yang ditangkapnya dari danau di samping TPA. Sambil berseru-seru anak yang lain berebutan mengomentari kawannya. Seorang anak yang lain dengan berapi-api ikut mengomentari. “Eh, eh, eh! Tahu enggak? Kata Kak Bobi, di danau itu ada ikan hiu-nya, lho!”

Kita sebagai orang dewasa dengan segera dapat menyadari bahwa kata-kata anak itu adalah suatu kebohongan. Sejak kapan ada ikan hiu yang hijrah dari laut kemudian hidup di danau tawar?

Anak-anak biasa berbohong, terkadang kebohongan mereka terasa begitu lucu. Namun ada juga kebohongan yang secara moral dapat dikategorikan sebagai suatu perilaku negatif. Mereka bebohong untuk berbagai macam alasan:

Berbohong untuk menarik simpati dan perhatian

Anak TPA tadi berbohong agar mendapat perhatian kawan-kawannya yang berebutan menceritakan betapa besarnya ikan tangkapan mereka. Ia sadar bahwa dirinya tidak pernah menangkap ikan seekor pun, tapi ia tahu cerita keganasan ikan hiu. Maka ia mengarang cerita dan mencatut nama Kak Bobi sebagai salah seorang guru TPA agar kawan-kawannya percaya. Seringkali anak tidak seratus persen berbohong, ia hanya mengarang cerita yang dilebih-lebihkan. Misalnya ketika dua orang anak saling membanggakan ayahnya.

“Ayahku sangat kuat, ia bisa menggendong aku dan kakak-kakakku sekaligus di pundaknya,” ujar Rudi. Toni tidak mau kalah dan berkata, “Ayahku lebih kuat, dia bisa mengangkat dua buah mobil!”

Berbohong untuk melindungi teman

Anto mengatakan pada ibunya bahwa ia telah menghabiskan semua kue di dalam kotak kue. Padahal ia membaginya bersama beberapa orang kawannya. Ia khawatir jika mereka tidak dibagi, ia tidak akan dipinjami play station.

Berbohong karena meniru orangtua

Anak akan melihat orang tua berbohong, misalnya jika ada seorag pengemis meminta sedekah. “Bilangin aja, lagi nggak ada uang!” Padahal ia tahu ayah dan ibunya masih menyimpan sejumlah uang. Dua hal yang perlu diperhatikan dalam contoh ini adalah, pertama anak mengetahui bahwa orangtuanya berbohong. Kedua, orangtua menyuruh anak berbohong kepada orang lain. Sudah memberikan contoh yang tidak baik, kemudian menyuruh anak melakukannya. Sungguh suatu sikap yang buruk. Sikap ini mengajarkan anak agar tidak menghargai suatu kejujuran.

Berbohong untuk menghindari sesuatu

Anak jelas-jelas membantah tidak melakukan sesuatu yang sebenarnya ia lakukan. Mungkin ia sengaja berbohong dan mengarang cerita agar terhindar dari hukuman akibat kesalahan yang dilakukannya. Sebaiknya orangtua mencoba mengevaluasi diri karena anak mungkin berusaha menghindari hukuman fisik yang mungkin sering diterapkan orang tua. Atau mungkin juga karena anak menghinari kritik atau cemoohan yang mungkin diterimanya jika ia melakukan kesalahan.

Berbohong untuk mengkhayal pada usia tertentu

Anak mengembangkan kemampuan berpikir secara abstrak, biasanya sekitar usia 4 tahun. Tiba-tiba anak mulai bercerita kalau ia melihat seekor monster, seorang peri, atau hal-hal lain yang tidak masuk akal. Hal ini berarti anak mengembangkan kemampuannya berimajinasi. Kemampuan ini penting karena anak perlu memiliki kemampuan berpikir abstrak. Contohnya tentang konsep Allah dan Malaikat.

Jurus menghadapi anak yang berbohong:

  1. Sebagai orang tua kita dituntut untuk bijaksana. Bila kita mendapati anak berbohong kita tidak boleh langsung marah-marah, mengadili anak dengan berbagai macam konsep dosa dan neraka. Atau menceritakan kisah Gembala Kambing dan Serigala. Suatu cerita dengan pesan moral kejujuran agar anak tidak berbohong. Sebaiknya lakukan pendekatan kepada anak dengan hati-hati dan bersahabat.

  2. Cari tahu benarkah anak berbohong dan untuk apa ia berbohong. Tidak perlu marah, bersikap menyelidik, menghakimi atau dengan mengancam. Jika anak merasa terancam, lain waktu ia tidak akan mengaku, bahkan akan berusaha mengarang kebohongan lain.

  3. Jika anak berbohong, beri pengertian kepada anak bahwa perilaku berbohongnya tidak disukai dan dapat berakibat buruk bagi dirinya dan orang lain.

  4. Kebohongan yang tidak bertujuan negatif tidak perlu diberi hukuman. Misalnya karena anak sedang berfantasi. Pada usia tertentu anak sangat asyik dengan dunianya yang penuh imajinasi, terkadang ia tidak dapat membedakan mana yang nyata mana yang tidak nyata. Misalnya jika ia bercerita tentang Malaikat yang mengajaknya terbang ke langit.

  5. Hukuman baru diberikan jika kadar dan akibat kebohongannya benar-benar parah. Namun jangan menghukum dengan hukuman fisik. Berikan hukuman yang mendidik misalnya berupa hukuman sosial, atau dengan memutus beberapa fasilitas anak. Misalnya dengan memberlakukan larangan menonton acara televisi kesukaannya atau memberikan tugas membersihkan kamar tidur.

  6. Kebiasaan berbohong pada anak dapat dikurangi dengan mempererat hubungan antar orang tua dan anak. Jika anak dekat dengan orang tua, ia akan lebih terbuka sehingga ada rasa saling mempercayai dan menghargai. Jadi, luangkan waktu kita untuk bersama anak-anak.

  7. Salurkan kreatifitas dan kemampuan imajinasi anak untuk kegiatan-kegiatan positif. Misalnya bermain sandiwara, menulis cerita, menggambar bebas dan lain-lain.  

(Dari majalah Safina)

2 Tanggapan

  1. […] penggunaannya untuk hal yang kurang baik. Menurut muslimabipraya, anak kecil memiliki kencederungan berbohong dengan alasan-alasan […]

  2. […] untuk hal yang kurang baik. Menurut muslimabipraya, anak kecil memiliki kencederungan berbohongdengan alasan-alasan […]

Tinggalkan komentar